Merawat Integritas

Dr. Antoni Ludfi Arifin, Dosen Institut STIAMI, Ketua Komite Tetap Industri Kreatif KADIN, Praktisi SDM

ludfi@stiami.ac.id

Sejatinya kita semua adalah pemimpin. Sebelum terlahir di dunia ini, manusia adalah insan pilihan. Tengok saja apa yang disampaikan Purnamasari, (2020) bahwa jumlah sperma yang dikeluarkan melalui uretra saat ejakulasi sekitar 2—5 ml semen (1 mililiternya setara 50—130 juta sperma).  Berarti ada sekitar 100—650 juta sperma yang “bersaing” satu dengan lainnya saat proses pembuahan; namun setidaknya hanya ada satu sperma yang berhasil membuahi sel telur. Itulah kita, peribadi tangguh yang kuat “berkompetisi” dengan ratusan juta sperma lainnya.

Saat terlahir, kita pun pribadi yang kuat, berusaha “bertahan” dengan kemampuan kita, setidaknya “menangis” menjadi cara kita agar mampu merebut perhatian Ibu agar mampu merasakan apa yang kita rasakan: lapar, digigit nyamuk, hingga kantung popok yang penuh dengan air seni.

Saat balita, kita juga adalah pribadi yang kuat, belajar berjalan, jatuh bangun, dan terus belajar tanpa menyerah. Bayangkan jika saat itu, kita menyerah untuk belajar berjalan. Takut akan jatuh dan terluka, apakah kita akan menjadi peribadi kuat seperti saat ini? Tidak!

Lingkungan keluarga, rumah, sekolah, dan lingkungan masyarakat telah membentuk karakter kita. Nilai-nilai apa yang pernah kita lakukan sehari-hari: kedisiplinan, kerja kerja, jujur, rendah hati, suka menolong, dan apa yang telah diajarkan oleh “pendidikan” menjadi kebiasaan sehari-hari, kebiasaan itu terus-menerus kita lakukan menjadi karakter, dan inilah kita hari ini, peribadi yang dibentuk oleh masa lalu.

Namun, pribadi-pribadi hebat itu, kini, setelah dewasa—bekerja, ada beberapa di antaranya yang setelah menjabat kini melacuri diri dengan ketamakan dan keserakahan akan harta dan tahta. Tidak sedikit yang tergoda dengan cara korupsi dan menodai integritas dengan “berselingkuh” bersama kebohongan, ketidakjujuran, dan manifulasi.

Rosullulah telah mengingatkan kita dengan sebuah hadistSetiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya.” Di mana, setiap perbuatan jujur—bohong, disiplin—malas, integritas—manifulatif, dll akan kita pertanggungjawabkan konsekuensinya, baik di dunia maupun di akhirat.  Ibnu, (2017) menyatakan tanggung jawab yang diemban manusia sebagai hamba dan khalifah di atas menimbulkan konsekuensi bahwa kelak mereka akan diminta untuk melaporkan pertanggungjawaban mereka atas tugas yang diembannya tersebut

Sejatinya, sejak dini—saat kita terlahir dan hingga dewasa. Kita suka membuat kemajuan. Kemajuan berarti mendekati tujuan kebaikan. Namun, jalan menikung diambil saat kita tergoda oleh tawaran gelimang nikmat berlebihan tuntutan hawa nafsu kita. Albala et al., (2013). Jika di sepanjang perjalanan Anda telah mengambil belokan yang salah, maka maju tidak membuat Anda lebih dekat.

Menjaga Integritas!

Integritas adalah nilai paling signifikan yang membuat organisasi lebih besar (Rahman et al., 2020), pada diri manusiapun sama, integritaslah yang membuat kita dapat dipercaya, diberikan amanah, dan menjadi orang yang dapat diandalkan.

Integritas ini memang kata yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk diterapkan, masih saja kita lihat pada berita di televisi kasus penangkapan tangan oleh Komisi Pembertasan Korupsi (KPK) atas beberapa pejabat. Ambil contoh kasus pejabat publik yang “ngutil” dana bantuan sosial (bansos), adalagi petinggi korporasi yang menyeludupkan Herlay Davidson dan sepeda Brimpton.  

Kasus dana bansos di Kementerian Sosial yang telah ditangani KPK, di mana telah menetapkan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara sebagai tersangka korupsi bansos yang seharusnya untuk warga yang terdampak Pandemic Covid 19.  Dilaporkan korupsi itu berkisa Rp17 miliar dari penunjukan rekanan pengadaan sembako Bansos untuk warga Jabodetabek (Leliana et al., 2021). Lain lagi cerita Dirut PT Garuda Indonesia telah melakukan penyelundupan yang berakibat buruk pada internal maupun eksternal PT Garuda Indonesia. Hal yang paling mengagetkan dari kasus PT Garuda Indonesia adalah melibatkan beberapa petinggi internal perusahaan sehingga kegiatan ilegal tersebut dapat terjadi dengan adanya peran serta manajemen internal perusahaan yang telah melakukan tindakan secara terstruktur dan rapi sampai terjadi aksi kriminal yang telah ditangani pihak berwajib (Ratnawati, 2019).

Dari cerita di atas, ketika kita sebenarnya adalah pribadi yang “baik” lalu, oleh waktu, godaan, lingkungan, sistem—kita tergoda untuk “melacuri” diri menukar nilai-nilai kebaikan yang sudah ditanamkan oleh orang tua dan pendidikan, menjadi perilaku buruk. Oleh karena itu, kita harus mampu menata ulang dan menjaga kembali nilai-nilai kebaikan yang sudah tertanam dalam diri. Menjaga agar integritas tetap menjadi pagar yang melindungi kita dari perilaku ketidakjujuran.  

Berapa lama waktu yang diperlukan untuk dapat merubah kebiasaan lama, ke kebiasaan baru yang lebih baik? Maltz & Kennedy, (2001) menyatakan dibutuhkan setidaknya 21 hari, untuk seseorang merasa dan berperilaku berbeda. Pasien-pasien Maltz membutuhkan waktu 21 hari untuk terbiasa dengan wajah baru mereka setelah menjalani operasi plastik, lebih lanjut pada penelitian yang dilaaukan Lally et al., (2010) menunjukkan bahwa perubahan perilaku lama menuju perilaku baru pada rentang waktu antara 18 hingga 254 hari, tergantung pada masing-masing individu, setidaknya rata-rata memerlukan waktu 66 hari untuk terbiasa dengan perilaku baru.

Oleh karena itu, sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai budaya integritas yang dilakukan oleh organisasi perlu diimplementasikan kembali ke dalam program-program kerja yang setidaknya dilakukan terus-menerus selama 3 bulan (1 triwulan) secara berulang-ulang terus menerus agar nilai-nilai integritas yang ditanamkan dapat terimplementasi dengan baik.

Gea, (2016) menyatakan bahwa integritas adalah komitmen dalam tindakan terhadap seperangkat prinsip dan nilai yang dapat dibenarkan secara moral. Beberapa perilaku yang dapat diaktifkan seorang leader agar menumbuhkan nilai integritas dan secara konsisten dijalankan adalah (Arifin, 2021):

  1. Seorang leader harus menjadi “penjaga moral” dengan berkata jujur (telling the truth), terbuka (being trasparent), dan tidak melakukan KKN.
  2. Pemimpin harus menjadi contoh bawahan, teman sekerja, dan atasan (role model). Pemimpin harus mampu menjadi pendamping (mentor), pengajar (trainer), dan seorang coach.
  3. Pemimpin harus mampu menjaga prosedur standar, kualitas, dan kinerja yang baik agi perusahaan (quality control) dengan menjaga kinerja (predict job performance) dan menjaga perilaku produktif karyawan (control productive work behavior).
  4. Peduli kepada sesama. Seorang pemimpin harus peduli (caretaker), membantu orang lain (helping others), dan memiliki mental melayani (serviceablity).

Referensi

Albala, D. M., Mouraviev, V., & Samavedi, S. (2013). Per aspera ad astra (Through hardship to the stars). Journal of Robotic Surgery, 7(3), 213–214. https://doi.org/10.1007/s11701-013-0426-z

Arifin, A. L. (2021). Kepemimpinan Cendekia: Syiar, Doa, & Ikhtiar Menuju Indonesia Emas. Gramedia Pustaka Utama. https://doi.org/10.31237/osf.io/xhg3n

Gea, A. (2016). Personal Integrity And Leadership. Humaniora, 7(3), 359–369. https://doi.org/https://doi.org/10.21512/humaniora.v7i3.3590

Ibnu. (2017). Kepemimpinan Individu Dan Sosiar Dalam Perspektif Hadis. 17(1), 167–190. https://doi.org/https://doi.org/10.24042/ajsk.v17i1.1793

Leliana, I., Herry, H., Suratriadi, P., & Enrieco, E. (2021). Analisis Framing Model Robert Entman Tentang Pemberitaan Kasus Korupsi Bansos Juliari Batubara di Kompas.com Dan BBCIndonesia.com. Cakrawala – Jurnal Humaniora, 21(1), 60–67. https://doi.org/10.31294/jc.v21i1.10042

Purnamasari, A. (2020). Modul Pembelajaran SMA Biologi: Sistem Reproduksi Biologi Kelas XI. Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Sekolah Menengah Atas. http://repositori.kemdikbud.go.id/21809/1/XI_Biologi_KD-3.12-_Final.pdf

Rahman, A., Naufal, F., & Partiwi, S. G. (2020). Measuring The Entropy Of Organizational Culture Using Agent-Based Simulation. Managing Learning Organization in Industry 4.0, December, 109–115. https://www.taylorfrancis.com/chapters/edit/10.1201/9781003010814-19/measuring-entropy-organizational-culture-using-agent-based-simulation-rahman-naufal-partiwi

Ratnawati, T. D. W. (2019). Analisa Perilaku Organisasi Terhadap Pengendalian Internal (Studi Kasus Penyeludupan Di Pesawat Penumpang Tipe Airbus A330-900 Seri Neo Milik PT Garuda Indonesia [Persero] Tbk.). https://www.academia.edu/41998461/_Analisa_Perilaku_Organisasi_Terhadap_pengendalian_Internal_Studi_Kasus_Penyelundupan_Di_Pesawat_Penumpang_Tipe_Airbus_A330-900_Seri_Neo_Milik_PT_Garuda_Indonesia_Persero_Tbk.

Profil Penulis

Penulis adalah Dosen Institut STIAMI, praktisi SDM, dan saat ini aktif dalam organisasi IKADIM (Ikatan Doktor Ilmu Manajemen) sebagai Ketua Bidang Kerjasama Dengan BUMN dan Ketua Komite Tetap Industri Kreatif KADIN (2020—2025). Penulis banyak menulis buku yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dan Artikel Ilmiah terindeks Sinta. Penulis bisa diakses di web www.antoniludfi.com dan Ponsel 0816937736