SDM Naik Kelas!

Most experts and great leaders agree that leaders are
made, not born, and that they are made through
their own drive for learning and self-improvement.

Carol S. Dweck

Indani, Senin pagi itu, ia dikenalkan oleh Fajrina, anggota staf perekrutan dan seleksi di salah satu perusahaan keuangan nonbank, kepada rekan-rekan lainnya saat doa pagi. Indani adalah karyawan magang dua bulan yang bergabung atas permintaan kampusnya. Ia tengah magang untuk menyelesaikan pendidikan S-1 psikologi.

Indani akan lulus dari fakultas psikologi universitas terbesar di Indonesia ini. Ia juga pernah dikirim ke Jepang dalam program pertukaran mahasiswa. “Nama Saya Indani. Saya akan magang di perusahaan ini selama dua bulan ke depan, dan ditempatkan di divisi SDM untuk belajar dunia SDM….” Perkenalannya singkat pagi itu. “…mohon bimbingan Bapak dan Ibu, agar saya bisa belajar banyak di perusahaan ini,” pintanya, menutup perkenalannya itu.

Saya mengajaknya ke ruangan untuk membahas pekerjaan selama internship ini. Kami mengobrol soal kompetensi generik, kompetensi manajerial, dan kompetensi teknis. Ini dilanjutkan dengan pelatihan-pelatihan yang akan diberikan untuk menjaga dan meningkatkan kompetensi di setiap level posisi.

Bekal pengetahuannya sangat memadai. Ini dibuktikan ketika saya berdiskusi sejenak mengenai tacit knowledge di dunia psikologi.

Saya akan meminta Indani untuk membantu merapikan kamus kompetensi dan silabus training, ya,” pesanku.
Siap, Pak!” tegasnya. Semangatnya tinggi.

Ucapannya tegas, gerak tanggapnya cepat. Indani merupakan calon energi baru, bagi perusahaan yang akan menerimanya bergabung kelak. Seorang Indani merupakan calon energi baru bagi divisi-divisi HR. Predikat calon sarjana psikologi merupakan bekal yang tepat untuknya berkarier di dunia SDM, apalagi melihat kemampuan akademiknya bisa diperhitungkan—terlihat dari jejak IPK, keorganisasian, dan pernah mengikuti pertukaran mahasiswa di Jepang.

Saya mengeksplorasi apa sebenarnya yang menjadi kekuatan energi baru orang-orang HR seperti Indani. Tentunya agar ia dapat menjadi SDM Naik Kelas: dari magang (internship) menjadi karyawan kontrak, dari karyawan kontrak ke karyawan tetap, dari karyawan tetap hingga berkarier pada puncak tertinggi di dunia HR.

Agar naik kelas itu, Indani harus memiliki nilai-nilai NAIK KELAS, yaitu Niat yang kuat berkontribusi di dunia HR, Attitude yang baik, berusaha mengambil Inisiatif, Komitmen yang tinggi, Kompetensi yang terus diasah, Empati yang tinggi terhadap orang lain, berkeinginan terus belajar (Learning Agility), memegang Amanah, dan menjalin Sinergi dengan banyak orang.

Pertama, Niat (Intention). Niat adalah yang utama. Berkarier di dunia SDM atau HR menjadi keinginan kuat untuk berikhtiar secara ilmu dan praktik. Menyebarkan pengetahuan yang dimiliki dan dapat berkontribusi bagi kinerja organisasi. Dunia SDM bukan tempat kita asal bekerja karena tidak ada pekerjaan lain. Dunia SDM harus menjadi pilihan yang tepat dalam mengembangkan potensi diri. Ruang lingkup SDM sendiri memiliki banyak fokus, mulai dari man power planning, perekrutan dan seleksi, pengembangan organisasi, knowledge management, change management, industrial relations, talent management, compensation dan benefit, training and development; semua fokus ini membutuhkan keahlian-keahlian spesifik untuk ditekuni. Oleh karena itu, sejak awal—pertama kali memutuskan bergabung sebagai orang SDM—niat yang bulat menjadi pegangan kuat untuk berkarier ke depan di dunia SDM dengan fokus dan sukacita.

Kedua, Attitude (Perilaku). Perilaku adalah buah dari apa yang dilakukan terus-menerus (habit). Hasilnya tersimpan di alam bawah sadar (subconscious mind), yang secara sadar dan tidak sadar dilakukan ketika kita terstimulus oleh respons keadaan. Untuk itu, apa yang kita lakukan harusnya adalah hal-hal yang positif dan membangun. Ini akan terinternalisasi dalam diri menjadi sikap (attitude) yang baik pada diri. Bekal perilaku yang baik, positif, konstruktif, suportif, dan nilai-nilai baik lainnya menjadi bekal orang HR untuk berhubungan dengan orang lain. Indani pagi-pagi sekali sudah datang dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Upaya datang pagi ini tidak serta merta bisa ia lakukan konsisten jika sehari-hari ia tidak bangun pagi-pagi, berangkat ke kantor lebih pagi, tiba di kantor lebih awal, dan memulai pekerjaan dengan hati senang. “Selamat, Pagi Pak,” sapanya kepada saya dengan senyum ramah. Keramah-tamahan ini juga menjadi perilaku yang dibutuhkan bagi insan SDM.

Ketiga, Inisiatif. Inisiatif adalah keinginan dalam bentuk kesadaran untuk membuat langkah pertama dalam mengusahakan sesuatu. Inisiatif merupakan bentuk kesadaran diri untuk melakukan sesuatu. Indani sedang sibuk dengan review kamus kompetensi dan silabus trainingnya. Beberapa usul yang ia berikan merupakan langkah inisiasi menuju arah perbaikan.


Keempat, Komitmen. Komitmen adalah pilihan hati, kecenderungan hati kita untuk ikhlas berikatan dengan tanggung jawab yang akan dijalankan. Komitmen ini menjadi bekal orang-orang HR agar mampu melakukan dan menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat.


Kelima, Kompetensi. Kompetensi adalah pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan kemampuan (ability) yang telah terbatinkan pada diri seseorang. Kompetensi didapat dari learning proses yang lama—internalisasi proses belajar sejak kecil hingga tiada nanti, menjadi pengetahuan yang terbatinkan (tacit knowledge). Oleh karyawan, kita (insan SDM) tacit knowledge ini digunakan untuk berbagi. Kompetensi dipupuk mulai dari tahap tahu, paham, menjalankan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Sesuai toksonomi bloom, kompetensi harus terus diukur, dikembangkan, sampai tingkat tertinggi, hingga pada level mencipta.


Keenam, Empathy. Sudah tiga hari sopir perusahaan dirawat di rumah sakit. Diagnosis dokter dari surat sakit, karyawan tersebut terindikasi mengalami gastrointestinal disorders—sakit lambung. Sebelumnya, sang driver memang sering kambuh-kambuhan sakit lambung saat beraktivitas. Saat diopname di rumah sakit, karyawan divisi SDM bersama divisi umum berkunjung dengan memberikan semangat, agar karyawan tersebut cepat sembuh. Setelah pulih dari sakit, beberapa kali driver ini mengajukan surat sakit rawat jalan dari rumah sakit. Namun, ketika dicek oleh anggota staf SDM—Desiana, salah satu surat sakit diragukan kebenarannya. Di sinilah dibutuhkan ketegasan dan empati orang HR terhadap karyawan tersebut, di satu sisi karyawan memang sakit, di sisi lain terjadi pelanggaran kedisiplinan. Ketegasan adalah bagaimana orang HR menjalankan aturan ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian kerja bersama (PKB) atau peraturan perusahaan (PP) tentang kedisiplinan. Di sisi lain, karyawan ini memang sedang sakit-sakitan. Efeknya adalah bagaimana orang SDM mampu menyelami permasalahan si driver dengan bijak. Di sinilah kebijaksanaan orang HR diuji antara menegakkan kedisiplinan versus empati terhadap driver yang sakit-sakitan. Driver memang sakit, dirawat di rumah sakit, rawat jalan, dan sesekali karena sudah frustrasi pengobatan medis, ia beralih ke pengobatan alternatif. Ternyata dari hasil investigasi Desiana, anggota staf HR, si driver memerlukan surat dokter untuk berobat ke pengobatan alternatif tersebut. Ia—sang driver—tidak memahami SOP kedisiplinan dan kekaryawanan yang ada di tempat bekerjanya. Lalu, Desiana mengusulkan agar secara humanis, perusahaan harus tetap memahami dan memberikan treatment terbaik bagi sang driver. Di sisi lain, surat peringatan diberikan agar kedisiplinan ditegakkan.


Ketujuh, Learning agility. Tugas orang SDM— khususnya training and development officer— adalah menyusun kamus kompetensi dan mengembangkan silabus training, kurikulum, materi pelatihan, dan menyampaikan materi pelatihan kepada seluruh karyawan; agar kompetensi karyawan terus ditingkatkan. Di samping itu, tugas kita pribadi adalah terus belajar hingga akhir hayat nanti (long life learning). Sebab, jika kita tidak terus memperbarui ilmu pengetahuan, pemikiran kita akan menjadi usang dan tumpul. Pikiran tidak terbarukan akan berbahaya bagi diri sendiri dan organisasi. Indani pun demikian. Ia sering membawa buku-buku motivasi sebagai “teman” dalam perjalanan menuju dan pulang dari kantor, membacanya di angkutan umum yang ia tumpangi. Di lain sisi, ia juga aktif mengikuti dan bergabung dalam komunitas-komunitas HR pada grup Whatsapp, Telegram, grup Facebook, dan komunitas HR offline. Katanya, “Agar bisa meng-update dan ketinggalan informasi dunia SDM, Pak!” tegasnya.

Kedelapan, Amanah. Amanah adalah titipan. Titipan itu bisa berupa barang, orang, jabatan, uang, istri, anak, pekerjaan, atau benda berwujud dan tidak berwujud (janji, misalnya) yang harus dijaga dengan baik. Barang berwujud dan tidak berwujud tadi akan dikembalikan ke sang pemiliknya. Karena titipan, ia harus dijaga dengan baik. Begitu pun pekerjaan dan jabatan posisi HR, ia adalah titipan yang harus dijaga dan dikelola dengan baik agar ketika dikembalikan ke si pemiliknya tak kurang sesuatu apa pun; bahkan lebih baik dari sebelumnya. Indani diberikan titipan program magang dari kampus dan tempat perusahaannya magang. Untuk itu, ia bersungguh-sungguh mengerjakan review kamus kompetensi dan silabus training tersebut.

Fajrina sebagai anggota staf perekrutan dan seleksi bersungguh-sungguh untuk mendapatkan karyawan-karyawan terbaik sesuai job specification jabatan. Ia pun berupaya mengurangi tingkat turn over karyawan. Amanah adalah tempat di mana kita menguji kepercayaan orang lain kepada kita agar berbuah penghargaan. Kesembilan, Sinergi. Departemen SDM tidak bisa bekerja sendiri. Sebagai supporting department, orang SDM harus mampu bekerja sama, berkolaborasi, dan bersinergi dengan para pemangku kepentingan HR lainnya.